1. Masalah Energi
1.1. Produksi Minyak Dunia
Sejak ditemukan sumber cadangan minyak sekitar tahun 1980-an dan dieksploitasi secara besar-besaran, produksi minyak dunia dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun. Situasi seperti ini, kedepan akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga karena ekstraksi minyak yang semakin mahal dan peningkatan harga minyak global cenderung terus meningkat sampai pada titik ekuilibrium antara pasokan dan kebutuhan terpenuhi.
Pertumbuhan Industrialisasi di China khususnya di bidang otomotif dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, turut mendorong dan memberi beban dan dampak tersendiri akan kebutuhan energi minyak dunia semakin bertambah meningkat. Disamping itu juga, penyebab peningkatan permintaan energi minyak secara global juga dipicu oleh pertumbuhan ekonomi India.
1.2. Kebutuhan Energi Dunia
Kebutuhan energi listrik global dari tahun ke tahun menunjukkan gejala semakin meningkat tajam. Peningkatan kebutuhan energi listrik tersebut sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, ekonomi, dan pesatnya perkembangan teknologi di sektor industri. Sampai saat ini masalah kebutuhan energi dunia masih banyak didominasi oleh energi yang bersumber dari bahan bakar fosil.
Ditinjau berdasarkan region, tingkat produksi minyak dunia banyak didominasi negara-negara Timur Tengah. Kemudian diikuti oleh kelompok negara dari Region Eropa-Eurasia (Eurasia termasuk negara-negara pecahan Uni Soviet), Amerika Utara dan Afrika.
Pemanfaatan dan penggunaan sumber energi dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas dan batubara, yang berasal dan diambil dari perut bumi secara terus-menerus, tiada henti secara alamiah jumlahnya menjadi semakin menipis dan terbatas. Karena permintaan kebutuhan yang terus meningkat, sedangkan jumlah produksi semakin menurun, sehingga secara tidak langsung pengaruh harga menjadi semakin mahal dan tidak ekonomis.
Dampak dari penggunaan energi dari bahan fosil, yakni mulai dari proses penyediaan, pengolahan, transportasi dan hingga sampai pada penggunaan, terutama terkait dengan masalah penggunaan energi di sektor transportasi, sampai saat ini masih memanfaatkan sumber energi dari bahan fosil, sehingga menjadi beban bagi masalah konservasi dan kemampuan daya dukung lingkungan sekitar atau global. Dampak terhadap masalah lingkungan, yaitu terutama terkait dengan masalah perubahan iklim (climate change) dan efek gas rumah kaca (green house effect gasses) yang ditimbulkan akibat penggunaan energi fosil.
Pergeseran dan perubahan cara pandang negara-negara di dunia mulai mengalihkan dan cenderung mengurangi penggunaan energi dari bahan bakar fosil dan mengalihkan perhatiannya pada pemanfaatan sumber energi terbarukan (renewable energy source) sebagai sumber energi pengganti masa depan ramah lingkungan.
Tabel 1 Kebutuhan energi primer dunia sampai tahun 2030.
Million ton minyak ekivalen (Mtoe)
|
Pertumbuhan rata-rata/tahun
| |||||
Energi
|
1980
|
2004
|
2010
|
2015
|
2030
|
2004-2030
|
Coal
|
1,785
|
2,773
|
3,354
|
3,666
|
4,441
|
1,8%
|
Oil
|
3,107
|
3,940
|
4,366
|
4,750
|
5,575
|
1,3%
|
Gas
|
1,237
|
2,302
|
2,686
|
3,017
|
3,869
|
2,0%
|
Nuclear
|
186
|
714
|
775
|
810
|
861
|
0,7%
|
Hydro
|
148
|
242
|
280
|
317
|
408
|
2,0%
|
Biomass and Waste
|
765
|
1,176
|
1,283
|
1,375
|
1,645
|
1,3%
|
Other renewables
|
33
|
57
|
99
|
136
|
296
|
6,6%
|
Total
|
7,261
|
11,204
|
12,842
|
14,071
|
17,095
|
1,6%
|
Berdasarkan data yang dari badan energi dunia (International Energy Agency-IEA), bahwa permintaan kebutuhan energi dunia menunjukkan angka peningkatan yang sangat tajam. Hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Kebutuhan paling banyak permintaan kebutuhan energi dunia sekitar 80% masih didominasi dan dipasok dari bahan bakar fosil.
Peningkatan kebutuhan energi bahan bakar fosil ditandai dengan menempatkan posisi batubara pada urutan ke kedua tertinggi sebagai pemasok sumber energi setelah minyak. Pemakaian batubara diperkirakan mengalami peningkatan tiga kali lipat hingga 2030. Sebesar 97% pemakaian batubara adalah non OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) dengan China mengkonsumsi dua pertiga terbesar di dunia. Posisi ketiga setelah batubara, pasokan energi dunia secara berurutan disumbang oleh gas, biomasa, nuklir, hydropower dan sumber energi terbarukan.
1.3. Agenda 21 Global
Di abad ke‐21, visi kebijakan pembangunan mulai bergeser ke arah pemikiran yang berkelanjutan, dimulai sejak 1960-an melalui berbagai upaya pemikiran yang terus berkembang dan berubah di dunia pada saat itu. Kebijakan konsep pembangunan yang bersifat ekspansif diupayakan berubah seperti yang tertuang dalam konsep kesepahaman agenda abad 21 global, yakni ke arah pembangunan yang memikirkan asas pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni pembangunan yang memperhatikan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi hak bagi pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Konsep kebijakan pembangunan berkelanjutan hendaknya memikirkan dan memprioritaskan 3 pilar aspek penting, yaitu pembangunan yang mengutamakan dan memikirkan aspek ekonomi, sosial dan tidak mengabaikan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan (ekologis). Gambar 3 memperlihatkan ciri-ciri dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Tabel
2. Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat proses pembangunan berkelanjutan.
Aspek
|
Brundtland, GH. 1987
|
ICPQL(*)
1996
|
Becker, F. Et al 1997
|
Ekonomi
|
Pertumbuhan
ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar
|
Ekonomi
kesejahteraan
|
Ekonomi
kesejahteraan
|
Lingkungan
|
Lingkungan
untuk generasi sekarang dan mendatang
|
Keseimbangan
lingkungan yang sehat
|
Lingkungan
adalah dimensi sentral dalam proses sosial
|
Sosial
|
Pemenuhan
kebutuhan dasar bagi masyarakat
|
Keadilan
sosial, kesetaraan jender, rasa aman, menghargai diversitas budaya
|
Penekanan
pada proses pertumbuhan sosial yang dinamis, keadilan sosial dan kesetaraan
|
(*)ICPQL: Independent
Commission on Population and Quality of Life (UN
Educational, Scientific and Cultural Organization).
Ekonomi
Kesejahteraan merupakan pertumbuhan ekonomi yang ditujukan untuk kesejahteraan
semua anggota masyarakat, dan dapat dicapai melalui teknologi yang inovatif
berdampak minimum terhadap lingkungan. Lingkungan Berkelanjutan merupakan etika
lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga
mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, pentingnya
peranan konservasi sumberdaya alam, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup
non material. Keadilan Sosial, merupakan perwujudan dari nilai-nilai keadilan
dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai
diversitas budaya dan kesetaraan jender.
Gambar 4: Tahapan Pembangunan Berkelanjutan
Senyampang
dengan tingginya disparitas sosial di masyarakat dan kerusakan lingkungan
karena perilaku di sektor industri tanpa didukung kemampuan teknologi yang
berwawasan lingkungan, sehingga semakin mempercepat parahnya kerusakan
lingkungan seperti semakin meningkatnya efek pemanasan global akibat emisi gas
rumah kaca. Dengan situasi dan kondisi tersebut, maka masalah yang menyangkut
isu‐isu
“Green Energy” menjadi prioritas
penting dalam upaya mendukung konsep‐konsep
seperti teknologi hijau (Green Technology), industri hijau (Green Industry),
Corporate Social Responsibility (CSR), dan Eco‐Industrial
Park (EIP) telah banyak dikembangkan dan diterapkan oleh banyak negara,
baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang seperti
Indonesia.
Paradigma pembangunan
Indonesia sebelum dicetuskannya konsep pembangunan berkelanjutan adalah hanya
bertumpu pada pertumbuhan ekonomi semata, yakni pembangunan tanpa
mempertimbangkan aspek-aspek penting lainnya, seperti aspek keseimbangan
ekologi, aspek keadilan sosial, aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari
masyarakat setempat. Gambar 4 memperlihatkan tahapan-tahapan revolusi konsep
pembangunan berkelanjutan.
1.4. Konsep Teknologi Hijau
Difinisi dan pengertian konsep teknologi
hijau (Green Technology Concept) adalah mengacu pada pola pikir konsep
pembangunan hijau (Green
Development), didalam ruang lingkup pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang mengandung
arti sangat luas. Makna
yang terkandung didalam konsep
hijau
tidak hanya terkait dengan pembahasan masalah pembangunan berkelanjutan saja, melainkan juga memperhatikan dan mengedepankan
masalah lingkungan (ekologis). Di samping itu terkait juga dengan pentingnya
upaya penerapan suatu sistem yang terintegrasi, holistik, dan perilaku hemat energi.
Gambar 5. Konsep
Diklat Teknologi Hijau
Hakekat di dalam konsep
hijau dapat berupa infrastruktur, perencanaan, dan
sistem dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki hubungan dan kedekatan dengan
ekosistem, di mana energi yang berasal dari dukungan sumber daya alam
dimanfaatkan secara efisien, dimana materi dimanfaatkan dari satu entitas ke
entitas yang lain dalam sistem siklus tanpa merusak lingkungan/alam sekitar.
Di dalam konsep hijau,
sumberdaya dimanfaatkan secara efisien mungkin. Teknologi hijau
yaitu suatu konsep pemilihan dan penerapan teknologi dengan mempertibangkan
kemampuan daya dukung dari sumberdaya alam sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya sedikit mungkin sehingga mengurangi
limbah yang dihasilkan.
1.1.
Roadmap Sektor Energi Surya
1.1.1.
Peranan
Energi Kedepan
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan
sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan
pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat
pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan
akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk
meningkatkan standar hidup masyarakat.
1.1.2.
Ketersediaan
Energi Indonesia
Ketergantungan energi minyak Indonesia dari tahun ke
tahun semakin meningkat dan sangat memberatkan APBN. Kementerian ESDM
menyatakan, pemanfaatan minyak bumi sebagai pemasok energi merupakan beban
terbesar bila dibandingkan dengan energi lainnya. Persentasenya mencapai 42,99%,
jauh lebih tinggi dibanding dengan penggunaan energi lain seperti batubara
dengan pasokan produksi 34,47% dan gas bumi yang hanya 18,48%. Dalam kurun lima
tahun terakhir, konsumsi minyak bumi nasional mencapai 1.197.006.967 barel.
Ketersediaan cadangan nasional minyak bumi sebagai energi
tak terbarukan jumlahnya semakin terbatas. Menurut data Kementerian ESDM, pada
tahun 2009 cadangan minyak bumi Indonesia hanya tinggal 3,9 miliar barel.
Jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan negara-negara produsen
minyak bumi dunia. Dengan cadangan 3,9 miliar barel produksi per tahun
merupakan jumlah yang sangat sedikit dan kelak cadangan tersebut menjadi habis.
Kebutuhan energi nasional didominasi oleh sektor Industri
dengan pemakaian hingga mencapai 329,7juta SBM (setara barel minyak) atau 49,4%
dari total konsumsi energi nasional. Di posisi kedua, ditempati sektor
transportasi dengan kebutuhan kosumsi sebesar 226,6juta SBM atau 34%. Sementara
kebutuhan rumah tangga dan bangunan komersial masing-masing menggunakan
81,5juta SBM atau setara 12,2% dan 29,1juta SBM (4,4%).
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan
pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya.
Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih
sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total
kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal
dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh
dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi
Nasional.
Data dari dokumen HDI (Human Development Index) tahun
2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463
kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234kWh/cap),
Thailand (1.860kWh/cap), Filipina (610kWh/cap), dan Singapura (7.961kWh/cap).
Sumberdaya energi primer baik energi fosil maupun energi
terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1. Sumber energi terbarukan, antara lain panas
bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relatif cukup besar.
Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga
belum optimal, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas penggunaan energi yang
masih di atas 1 (satu) dan intensitas pemakaian energi yang masih lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas rerata dari negara ASEAN. Indonesia memerlukan
energi sekitar 4,1kg setara minyak untuk menghasilkan setiap $1 GDP
(GDP per unit of energy use 2000 PPP US$ per kg of oil equivalent). Sedangkan
negara-negara lainnya memerlukan kurang dari angka tersebut untuk menghasilkan
GDP yang sama.
Sistem
penyediaan dan pemanfaatan energi berkelanjutan telah menjadi agenda
internasional dan telah disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan
Berkelanjutan (World Sumit on Sustainable
Development) di Johannesburg Afrika Selatan pada bulan September 2002.
Untuk mewujudkan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan
dapat ditempuh dengan memadukan konsep optimasi pemanfaatan energi baru
terbarukan (EBT), pemilihan dan penggunaan teknologi energi tepat dan efisien
dan dengan membudayakan pola hidup hemat energi, yang lebih dikenal dengan
Energi Hijau (Green Energy).
Komitmen
pemerintah Republik Indonesia melanjutkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
telah digariskan di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta
program-program pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional melalui
pengelolaan sumberdaya alam dan pemeliharaan daya dukungnya guna membawa manfaat
bagi peningkatan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi hak generasi
mendatang.
Peranan aktif Indonesia di dalam pembahasan isu
pembangunan berkelanjutan dan persiapan pelaksanaan World Summit on Sustainable Development 2002 dimaksudkan untuk
menunjukkan kepada masyarakat bangsa-bangsa mengenai komitmen Indonesia
tersebut.
Kebijakan pemerintah mempertahankan pos Menteri Negara
Lingkungan Hidup di dalam kabinet gotong royong serta upaya pemerintah
membentuk Dewan Pembangunan Berkelanjutan dinilai masyarakat internasional
sebagai komitmen kuat pemerintah RI dalam melaksanakan program pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan bagi pembangkit listrik,
pemerintah Indonesia disebutkan juga telah menyusun beberapa peraturan antara
lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Listrik yang Memprioritaskan Penggunaan Sumber Energi Setempat,
dengan Kewajiban Mengutamakan Pemakaian Energi Terbarukan.
Untuk meningkatkan kapasitas terpasang dan mendorong peran serta pengusaha
kecil dan menengah dalam energi terbarukan, pemerintah telah menyusun program
pembangkit listrik skala kecil, dengan menggunakan energi terbarukan.
"Program ini mengatur listrik yang dihasilkannya, berdasarkan skema itu
nantinya dapat dibeli dan digunakan oleh perusahaan nasional dalam hal ini PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk
mendukung upaya dan program pengebangan EBT, pemerintah sudah menerbitkan
serangkaian kebijakan dan regulasi yang mencakup Peraturan Presiden No. 5/2006
tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-Undang No. 30/2007 tentang Energi,
Undang-undang No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan, PP No. 10/1989 sebagaimana
yang telah diubah dengan PP No. 03/2005 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dan
PP No. 26/2006 tentang Penyediaan & Pemanfaatan Tenaga Listrik, Permen ESDM
No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan
Skala Menengah, dan Kepmen ESDM No.1122K/30/MEM/2002 tentang Pembangkit Skala
Kecil tersebar. Saat ini sedang disusun RPP Energi Baru Terbarukan yang berisi
pengaturan kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi
terbarukan dan pemberian kemudahan serta insentif.
Visi kebijakan pengembangan energi terbarukan dan
konservasi energi adalah terwujudnya penyediaan dan pemanfaatan energi yang
efisien, bersih, handal, dan harga yang terjangkau dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan.
Berdasarkan visi, maka misi kebijakan pengembangan energi
terbarukan dan konservasi energi adalah upaya menjaga kesinambungan
ketersediaan energi nasional yang berkelanjutan (security of supply) dan memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan
serta mendorong penguasaan, penerapan dan penggunaan teknologi yang efisien dan
hemat energi sehingga terciptanya budaya hemat energi di masyarakat,
terwujudnya pemerataan kesejahteraan di masyarakat dan pada akhirnya adanya
peningkatan partisipasi masyarakat dalam hal penggunaan dan pemanfaatan energi
baru terbarukan dan konservasi energi.
1.1.3.
Penelitian
IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat
penting, karena melalui kemajuan IPTEK, manusia dapat mendayagunakan kekayaan
dan lingkungan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas kehidupannya. Kemajuan IPTEK juga mendorong
terjadinya globalisasi budaya kehidupan manusia karena manusia semakin mampu
mengatasi dimensi jarak dan waktu. Penguasaan IPTEK suatu bangsa akan sangat
mempengaruhi posisi tawar dalam persaingan global. Indikator-indikator
tersebut sering dipublikasikan baik itu
melalui media cetak ataupun elektronik. Untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan
pendidikan yang layak, masyarakat Indonesia secara umum masih tertinggal bila
dibandingkan dengan negara-negara lainnya, lemah dalam menghasilkan karya-karya
inovatif dan kreatif. Sehingga bangsa Indonesia belum sepenuhnya mampu mandiri
di tengah persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Salah
satu faktor penting penentu daya saing suatu negara adalah penguasaan
teknologi. Semua hal tersebut di atas mendasari visi penelitian, pengembangan
dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (litbang IPTEK) di bidang energi,
yaitu: ”Terwujudnya ketersediaan energi yang didukung kemampuan IPTEK secara nasional”
yang mengacu pada amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-undang No 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Iptek, inpres No. 4/2003 tentang Pengkoordinasian
Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, dan Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional.
Mengingat bahwa Pemerintah Indonesia mempunyai
keterbatasan dalam sarana dan pra-sarana yang diperlukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi
di atas, maka langkah yang fokus dan
strategis sangat diperlukan, sehingga pencapaian tujuan dari Visi IPTEK
2025 Kementerian Ristek dapat berhasil. Dalam sistem nasional penelitian,
pengembangan dan penerapan Iptek, ada langkah yang dipandang sangat mendesak,
yaitu langkah yang harus dilakukan segera (urgent) untuk kelangsungan hidup
(survival) bangsa; dan ada langkah yang penting (important), yaitu langkah yang
strategis dan jangka panjang untuk kemandirian bangsa, dengan tetap
mengindahkan pengaruh dan konvensi internasional.
Jangka Pendek
(2005-2010)
|
Jangka Menengah
(2011-2015)
|
Jangka Panjang
(2016-2025)
|
Penelitian dan Pengembangan (litbang)
|
||
Peran Pemerintah
|
||
Melaksanakan litbang Pemurnian silikon hingga
ke ’electronic grade’
|
Melanjutkan pelaksanakan litbang pemurnian silikon
hingga ke ’electronic grade’
|
Melaksanakan penelitian material dasar sel surya lain selain silikon
|
Melaksanakan litbang untuk
bahan metal-organic gases
|
Melanjutkan melaksanakan litbang bahan metalorganic gases
|
Melanjutkan melaksanakan litbang metalorganic gases untuk
mendukung
industri sel surya thin-film
|
Melaksanakan litbang teknologi
pembuatan sel surya silikon
monokristal dan silikon polykristal
|
Melaksanakan litbang teknologi pembuatan sel surya silikon monokristal
dan silikon polykristal dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan umur
sel dan
modul surya
|
Melanjutkan litbang teknologi pembuatan sel surya silikon monokristal
dan silikon polykristal dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan umur sel dan modul
surya
|
Melaksanakan koordinasi seluruh balitbang dan perguruan tinggi untuk melakukan pemilihan jenis teknologi sel surya
yang sudah siap diproduksi secara komersial
|
Melaksanakan litbang teknologi pembuatan modul surya dan pengembangan aplikasinya (hybrid, grid-connected, building
integrated, dll)
|
Melanjutkan litbang teknologi pembuatan modul surya dan pengembangan aplikasinya (hybrid, grid-connected, building
integrated, dll)
|
Membangun pilot proyek
pabrikasi sel dan modul
surya untuk kebutuhan dalam negeri
|
Memberikan dukungan litbang kepada industri sel dan modul
surya lokal
|
Melanjutkan memberikan dukungan litbang kepada industri sel dan
modul surya lokal
|
Peran Industri/Swasta
|
||
Mendukung kegiatan litbang
modul surya monocrystal/polycrystal
dengan menyiapkan dana
|
Mengembangkan model untuk volume produksi yang tinggi dengan melihat pasokan bahan mentah
yang tersedia
|
Menciptakan bahan baru
dan peralatan dengan efisiensi tinggi dan
harga murah
|
Menggalang kerjasama kegiatan litbang
|
Mengembangkan produk PLTS skala kecil yang mudah diinstalasi
|
Mengembangkan metoda quality assurance/quality control untuk pengujian
di pabrik
|
Mengembangkan sistem aplikasi PLTS yang handal dan murah
|
Mengembangkan teknologi komponen sistem-sistem PLTS (misalnya
hybrid, grid connected)
|
Mengembangkan industri komponen sistem-sistem PLTS yang
diintegrasikan pada bangunan.
|
Mengembangkan pilot proyek
sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala PLN
|
Melanjutkan pengembangan sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala
PLN
|
Mengembangkan industri komponen sistem-sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala PLN
|
Peluang Pasar & Produk
|
||
Peran Pemerintah
|
||
Melaksanakan penerapan dan
pengkajian sistem PLTS secara
terus menerus dan bertahap
yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah
|
Melakukan pengkajian penerapan sistem-sistem PLTS hasil litbang
|
Melanjutkan pengkajian penerapan sistem-sistem PLTS hasil litbang
|
Melakukan pelatihan ,
dan melaksanakan “public awarness” tentang PLTS
secara terus menerus
|
Melanjutkan training dan “public awareness” tentang PLTS di Indonesia.
|
Melanjutkan training dan “public awareness”
tentang
PLTS di Indonesia.
|
Mengembangkan skema pendanaan untuk penyebarluasan penggunaan
PLTS yang berkesinambungan
|
Bekerjasama dengan industri
perbankan dan finansial untuk
mendorong pendanaan untuk industri kelistrikan yang berbasis pada PLTS
|
Mengembangkan inovasi sistem pendanaan untuk mendorong
pendanaan untuk industri kelistrikan yang berbasis pada
PLTS
|
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
|
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
|
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
|
Menetapkan SNI sistem
dan komponen PLTS agar terjadi persaingan yang lebih sehat dalam upaya mendukung diversifikasi sistem PLTS sebagai pilihan konsumen
|
Menetapkan SNI komponen
dan sistem PLTS hasil
inovasi baru
|
Menetapkan SNI komponen dan sistem PLTS hasil inovasi
baru
|
Peran Industri
/ Swasta
|
||
Menyiapkan pendanaan
untuk pembangunan industri dan
melaksanakan promosi secara intensif tentang pasar domestik dan internasional.
|
Membangun industri
komponen penunjang sistem-sistem PLTS
|
|
Melakukan investasi
untuk manufakturing sistem PLTS
guna memenuhi pasar domestik, dengan target
pasar rata-rata 50 MW
per tahun
|
Menciptakan model
bisnis kelistrikan yang berbasis
pada PLTS baik yang off grid
(stand alone) maupun yang terintegrasi dengan jala-jala
listrik (grid connected) bekerjasama dengan lembaga perbankan dan finansial untuk mencapai target pemanfaatan PLTS rata-rata 50
MW per
tahun
|
Melakukan inovasi-inovasi
untuk model bisnis kelistrikan yang berbasis pada PLTS baik
yang off grid (stand
alone) maupun
yang
terintegrasi dengan jala-jala listrik (grid connected)
|
Kebijakan
|
||
Peran Pemerintah
|
||
Mengeluarkan kebijakan insentif
seperti keringanan pajak bagi
usaha PLTS dan mendorong
lembaga keuangan dan perbankan menciptakan inovasi “kredit” untuk
mendorong pemanfaatan sistem PLTS.
|
Mengeluarkan kebijakan insentif
(misalnya fiskal, moneter dan kolateral) untuk mendorong usaha kelistrikan
yang berbasis pada PLTS.
|
|
Membuat Standard
Nasional Indonesia untuk semua
sistem- sistem PLTS.
|
Mendorong pengembangan infrastruktur, seperti laboratorium uji untuk
sertifikasi.
|
Menerapkan kewajiban sertifikasi bagi penjualan
sistem-sistem PLTS.
|
Mengeluarkan kebijakan tariff
listrik khusus yang diarahkan pada pencapaian pemanfaatan PLTS sesuai
target yang ditetapkan dalam Perpres 05/2006.
|
Menerapkan standard porto
folio energi terbarukan bagi produsen listrik/
energi sebesar 5% dari
total pembangkitan.
|
Mewajibkan standard porto folio energy terbarukan bagi produsen listrik/ energi sebesar
5% dari total pembangkitan.
|
Mendorong keluarnya kebijakan-kebijakan baik di tingkat
pusat maupun daerah yang lebih kondusif
untuk penerapan sistem PLTS.
|
Memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan baik di
tingkat pusat maupun daerah yang lebih kondusif
untuk penerapan sistem PLTS.
|
Memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan baik di tingkat
pusat maupun daerah yang
lebih kondusif untuk penerapan
sistem PLTS.
|
Peran Industri/Swasta
|
||
Memberikan masukan kepada
pemerintah dan legislative tentang kebijakan yang harus dibuat untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan insentif untuk investasi industri komponen PLTS.
|
Memberikan masukan kepada
pemerintah untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan sistem dukungan financial yang lebih kondusif
untuk usaha kelistrikan berbasis PLTS.
|
Menciptakan inovasi- inovasi system finansial untuk mendukung perluasan pasar PLTS.
|
Bersama-sama pemerintah membuat Standard Nasional Indonesia
untuk semua sistem- sistem PLTS.
|
Mendorong penggunaan standar nasional Indonesia untuk produk-produk komponen dan sistem
yang dihasilkan.
|
Memproduksi komponen- komponen sistem PLTS sesuai SNI dan
bersertifikat.
|
1.1.
Geografis
Dilihat
secara geografis posisi Indonesia terletak antara 60LU sampai 110LS
dan 950BT sampai 1410BB, antara Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia, antara Benua Asia dan Benua Australia, dan antara pertemuan
dua rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Posisi
letak geografis yang demikian menempatkan Indonesia berada pada posisi silang
yang strategis dibawah garis khatulistiwa dan berada di daerah yang beriklim tropis yang panasnya merata sepanjang tahun, sehingga semua
wilayah dapat menerima energi
panas dari sinar Matahari yang melimpah
hampir sepanjang hari.
Berdasarkan data kekuatan
radiasi sinar matahari yang sampai
di Bumi, yang berasal dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat
diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur
Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar
4,5kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) sekitar 5,1kWh/m2/hari dengan variasi bulanan
sekitar 9%. Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8kWh/m2/hari
dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Gambar
9: Geografis Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah
sebesar 9,8juta-km2 yang terdiri dari lautan dan daratan yang
membentuk pulau-pulau besar dan keil. Luas wilayah lautan kira-kira mencapai
7,9juta-km2 atau kira-kira 81% dari luas keseluruhan. Dan sisanya
luas daratan sekitar 1,9juta-km2 atau kira-kira 19% dari luas
wilayah secara keseluruhan. Seluruh wilayah Indonesia terdiri atas 18.110 buah
pulau besar dan kecil, dimana antara pulau yang satu dengan yang lainnya
dipisahkan oleh lautan. Dari seluruh pulau tersebut baru 6.044 yang memiliki
nama, sedangkan yang berpenghuni (didiami manusia) baru 931 pulau.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau
yang kecil dengan kondisi daerah-daerah yang terpencil menyebabkan sulit untuk
dijangkau oleh jaringan listrik
konvensional. Untuk memenuhi
kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang
cocok dan potensial untuk dikembangkan adalah pemanfaatan
energi surya.
Indonesia dengan negara kepulauan
yang mempunyai kondisi geografi yang
sangat beragam. Dengan kondisi yang bersifat alami ini menyebabkan terjadinya kesenjangan yang
beragam, baik dalam sarana, prasarana, sumberdaya manusia maupun
dalam tingkat sosial ekonomi.
Dengan perbedaan kesenjangan tersebut,
maka terdapat sebagian kondisi daerah yang sudah maju dan terdapat kondisi daerah yang masih
terbelakang.
Oleh sebab itu pembangunan di wilayah dengan kondisi daerah yang masih terbelakang perlu adanya penyediaan energi yang cukup,
hal ini bermanfaat untuk mengurangi disparitas ekonomi
antar wilayah dan antara perkotaan
dan perdesaan, dengan demikian tingkat kesenjangannya dapat diperbaiki
dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pemerataan pembangunan.
Secara garis besar fokus permasalahan adalah
kebutuhan energi listrik domestik semakin meningkat dengan jumlah produksi terbatas, terutama kebutuhan energi baik itu untuk masyarakat secara umum,
industri skala kecil, menengah maupun besar. Dampak semua itu menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam yang tak terkendali
sehingga menyebabkan efek pemanasan global di
bumi semakin meningkat.
Datanya cukup bagus...dan upto date, saranya mungkin ada Tampilan secara Grafik..terima kasih.
BalasHapus