Senin, 30 Januari 2012

KEBUTUHAN ENERGI DUNIA

1.            Masalah Energi
1.1.    Produksi Minyak Dunia
Sejak ditemukan sumber cadangan minyak sekitar tahun 1980-an dan dieksploitasi secara besar-besaran, produksi minyak dunia dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun. Situasi seperti ini, kedepan akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga karena ekstraksi minyak yang semakin mahal dan peningkatan harga minyak global cenderung terus meningkat sampai pada titik ekuilibrium antara pasokan dan kebutuhan terpenuhi.
Pertumbuhan Industrialisasi di China khususnya di bidang otomotif dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, turut mendorong dan memberi beban dan dampak tersendiri akan kebutuhan energi minyak dunia semakin bertambah meningkat. Disamping itu juga, penyebab peningkatan permintaan energi minyak secara global juga dipicu oleh pertumbuhan ekonomi India.

Gambar 1.1. Kebutuhan Energi Dunia
1.2.  Kebutuhan Energi Dunia
Kebutuhan energi listrik global dari tahun ke tahun menunjukkan gejala semakin meningkat tajam. Peningkatan kebutuhan energi listrik tersebut sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, ekonomi, dan pesatnya perkembangan teknologi di sektor industri. Sampai saat ini masalah kebutuhan energi dunia masih banyak didominasi oleh energi yang bersumber dari bahan bakar fosil.
Ditinjau berdasarkan region, tingkat produksi minyak dunia banyak didominasi negara-negara Timur Tengah. Kemudian diikuti oleh kelompok negara dari Region Eropa-Eurasia (Eurasia termasuk negara-negara pecahan Uni Soviet), Amerika Utara dan Afrika.
Pemanfaatan dan penggunaan sumber energi dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas dan batubara, yang berasal dan diambil dari perut bumi secara terus-menerus, tiada henti secara alamiah jumlahnya menjadi semakin menipis dan terbatas. Karena permintaan kebutuhan yang terus meningkat, sedangkan jumlah produksi semakin menurun, sehingga secara tidak langsung pengaruh harga menjadi semakin mahal dan tidak ekonomis.
Dampak dari penggunaan energi dari bahan fosil, yakni mulai dari proses penyediaan, pengolahan, transportasi dan hingga sampai pada penggunaan, terutama terkait dengan masalah penggunaan energi di sektor transportasi, sampai saat ini masih memanfaatkan sumber energi dari bahan fosil, sehingga menjadi beban bagi masalah konservasi dan kemampuan daya dukung lingkungan sekitar atau global. Dampak terhadap masalah lingkungan, yaitu terutama terkait dengan masalah perubahan iklim (climate change) dan efek gas rumah kaca (green house effect gasses) yang ditimbulkan akibat penggunaan energi fosil.
Pergeseran dan perubahan cara pandang negara-negara di dunia mulai mengalihkan dan cenderung mengurangi penggunaan energi dari bahan bakar fosil dan mengalihkan perhatiannya pada pemanfaatan sumber energi terbarukan (renewable energy source) sebagai sumber energi pengganti masa depan ramah lingkungan.
Tabel 1 Kebutuhan energi primer dunia sampai tahun 2030.
Million ton minyak ekivalen (Mtoe)
Pertumbuhan rata-rata/tahun
Energi
1980
2004
2010
2015
2030
2004-2030
Coal
1,785
2,773
3,354
3,666
4,441
1,8%
Oil
3,107
3,940
4,366
4,750
5,575
1,3%
Gas
1,237
2,302
2,686
3,017
3,869
2,0%
Nuclear
186
714
775
810
861
0,7%
Hydro
148
242
280
317
408
2,0%
Biomass and Waste
765
1,176
1,283
1,375
1,645
1,3%
Other renewables
33
57
99
136
296
6,6%
Total
7,261
11,204
12,842
14,071
17,095
1,6%

Berdasarkan data yang dari badan energi dunia (International Energy Agency-IEA), bahwa permintaan kebutuhan energi dunia menunjukkan angka peningkatan yang sangat tajam. Hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Kebutuhan paling banyak permintaan kebutuhan energi dunia sekitar 80% masih didominasi dan dipasok dari bahan bakar fosil.

Gambar 1.2.  Kebutuhan Global Energi Dunia sampai 2100
Peningkatan kebutuhan energi bahan bakar fosil ditandai dengan menempatkan posisi batubara pada urutan ke kedua tertinggi sebagai pemasok sumber energi setelah minyak. Pemakaian batubara diperkirakan mengalami peningkatan tiga kali lipat hingga 2030. Sebesar 97% pemakaian batubara adalah non OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) dengan China mengkonsumsi dua pertiga terbesar di dunia. Posisi ketiga setelah batubara, pasokan energi dunia secara berurutan disumbang oleh gas, biomasa, nuklir, hydropower dan sumber energi terbarukan.
1.3.  Agenda 21 Global
Di abad ke21, visi kebijakan pembangunan mulai bergeser ke arah pemikiran yang berkelanjutan, dimulai sejak 1960-an melalui berbagai upaya pemikiran yang terus berkembang dan berubah di dunia pada saat itu. Kebijakan konsep pembangunan yang bersifat ekspansif diupayakan berubah seperti yang tertuang dalam konsep kesepahaman agenda abad 21 global, yakni ke arah pembangunan yang memikirkan asas pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni pembangunan yang memperhatikan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi hak bagi pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

Gambar 3: Tiga Pilar Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Konsep kebijakan pembangunan berkelanjutan hendaknya memikirkan dan memprioritaskan 3 pilar aspek penting, yaitu pembangunan yang mengutamakan dan memikirkan aspek ekonomi, sosial dan tidak mengabaikan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan (ekologis). Gambar 3 memperlihatkan ciri-ciri dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Tabel 2. Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat proses pembangunan berkelanjutan.
Aspek
Brundtland, GH. 1987
ICPQL(*)
1996
Becker, F. Et al 1997
Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar
Ekonomi kesejahteraan
Ekonomi kesejahteraan
Lingkungan
Lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang
Keseimbangan lingkungan yang sehat
Lingkungan adalah dimensi sentral dalam proses sosial
Sosial
Pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat
Keadilan sosial, kesetaraan jender, rasa aman, menghargai diversitas budaya
Penekanan pada proses pertumbuhan sosial yang dinamis, keadilan sosial dan kesetaraan
(*)ICPQL: Independent Commission on Population and Quality of Life (UN Educational, Scientific and Cultural Organization).
Ekonomi Kesejahteraan merupakan pertumbuhan ekonomi yang ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dan dapat dicapai melalui teknologi yang inovatif berdampak minimum terhadap lingkungan. Lingkungan Berkelanjutan merupakan etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, pentingnya peranan konservasi sumberdaya alam, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material. Keadilan Sosial, merupakan perwujudan dari nilai-nilai keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender.


Gambar 4: Tahapan Pembangunan Berkelanjutan
Senyampang dengan tingginya disparitas sosial di masyarakat dan kerusakan lingkungan karena perilaku di sektor industri tanpa didukung kemampuan teknologi yang berwawasan lingkungan, sehingga semakin mempercepat parahnya kerusakan lingkungan seperti semakin meningkatnya efek pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca. Dengan situasi dan kondisi tersebut, maka masalah yang menyangkut isuisu “Green Energy” menjadi prioritas penting dalam upaya mendukung konsepkonsep seperti teknologi hijau (Green Technology), industri hijau (Green Industry), Corporate Social Responsibility (CSR), dan EcoIndustrial Park (EIP) telah banyak dikembangkan dan diterapkan oleh banyak negara, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang seperti Indonesia. 
Paradigma pembangunan Indonesia sebelum dicetuskannya konsep pembangunan berkelanjutan adalah hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi semata, yakni pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek penting lainnya, seperti aspek keseimbangan ekologi, aspek keadilan sosial, aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Gambar 4 memperlihatkan tahapan-tahapan revolusi konsep pembangunan berkelanjutan.
1.4.  Konsep Teknologi Hijau
                  Difinisi dan pengertian konsep teknologi hijau (Green Technology Concept) adalah mengacu pada pola pikir konsep pembangunan hijau (Green Development), didalam ruang lingkup pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang mengandung arti sangat luas. Makna yang terkandung didalam konsep hijau tidak hanya terkait dengan pembahasan masalah pembangunan berkelanjutan saja, melainkan juga memperhatikan dan mengedepankan masalah lingkungan (ekologis). Di samping itu terkait juga dengan pentingnya upaya penerapan suatu sistem yang terintegrasi, holistik, dan perilaku hemat energi.

Gambar 5. Konsep Diklat Teknologi Hijau
Hakekat di dalam konsep hijau dapat berupa infrastruktur, perencanaan, dan sistem dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki hubungan dan kedekatan dengan ekosistem, di mana energi yang berasal dari dukungan sumber daya alam dimanfaatkan secara efisien, dimana materi dimanfaatkan dari satu entitas ke entitas yang lain dalam sistem siklus tanpa merusak lingkungan/alam sekitar.
Di dalam konsep hijau, sumberdaya dimanfaatkan secara efisien mungkin. Teknologi hijau yaitu suatu konsep pemilihan dan penerapan teknologi dengan mempertibangkan kemampuan daya dukung dari sumberdaya alam sehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya sedikit mungkin sehingga mengurangi limbah yang dihasilkan.
1.1.   Roadmap Sektor Energi Surya
1.1.1.               Peranan Energi Kedepan
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
1.1.2.               Ketersediaan Energi Indonesia
Ketergantungan energi minyak Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan sangat memberatkan APBN. Kementerian ESDM menyatakan, pemanfaatan minyak bumi sebagai pemasok energi merupakan beban terbesar bila dibandingkan dengan energi lainnya. Persentasenya mencapai 42,99%, jauh lebih tinggi dibanding dengan penggunaan energi lain seperti batubara dengan pasokan produksi 34,47% dan gas bumi yang hanya 18,48%. Dalam kurun lima tahun terakhir, konsumsi minyak bumi nasional mencapai 1.197.006.967 barel.
Ketersediaan cadangan nasional minyak bumi sebagai energi tak terbarukan jumlahnya semakin terbatas. Menurut data Kementerian ESDM, pada tahun 2009 cadangan minyak bumi Indonesia hanya tinggal 3,9 miliar barel. Jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan negara-negara produsen minyak bumi dunia. Dengan cadangan 3,9 miliar barel produksi per tahun merupakan jumlah yang sangat sedikit dan kelak cadangan tersebut menjadi habis.
Kebutuhan energi nasional didominasi oleh sektor Industri dengan pemakaian hingga mencapai 329,7juta SBM (setara barel minyak) atau 49,4% dari total konsumsi energi nasional. Di posisi kedua, ditempati sektor transportasi dengan kebutuhan kosumsi sebesar 226,6juta SBM atau 34%. Sementara kebutuhan rumah tangga dan bangunan komersial masing-masing menggunakan 81,5juta SBM atau setara 12,2% dan 29,1juta SBM (4,4%).
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional.
Data dari dokumen HDI (Human Development Index) tahun 2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234kWh/cap), Thailand (1.860kWh/cap), Filipina (610kWh/cap), dan Singapura (7.961kWh/cap).
Sumberdaya energi primer baik energi fosil maupun energi terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1. Sumber energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relatif cukup besar.
Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga belum optimal, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas penggunaan energi yang masih di atas 1 (satu) dan intensitas pemakaian energi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas rerata dari negara ASEAN. Indonesia memerlukan energi sekitar 4,1kg setara minyak untuk menghasilkan setiap $1 GDP (GDP per unit of energy use 2000 PPP US$ per kg of oil equivalent). Sedangkan negara-negara lainnya memerlukan kurang dari angka tersebut untuk menghasilkan GDP yang sama.
Sistem penyediaan dan pemanfaatan energi berkelanjutan telah menjadi agenda internasional dan telah disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan (World Sumit on Sustainable Development) di Johannesburg Afrika Selatan pada bulan September 2002. Untuk mewujudkan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan dapat ditempuh dengan memadukan konsep optimasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pemilihan dan penggunaan teknologi energi tepat dan efisien dan dengan membudayakan pola hidup hemat energi, yang lebih dikenal dengan Energi Hijau (Green Energy).
Komitmen pemerintah Republik Indonesia melanjutkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan telah digariskan di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta program-program pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pemeliharaan daya dukungnya guna membawa manfaat bagi peningkatan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi hak generasi mendatang.
Peranan aktif Indonesia di dalam pembahasan isu pembangunan berkelanjutan dan persiapan pelaksanaan World Summit on Sustainable Development 2002 dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bangsa-bangsa mengenai komitmen Indonesia tersebut.
Kebijakan pemerintah mempertahankan pos Menteri Negara Lingkungan Hidup di dalam kabinet gotong royong serta upaya pemerintah membentuk Dewan Pembangunan Berkelanjutan dinilai masyarakat internasional sebagai komitmen kuat pemerintah RI dalam melaksanakan program pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan bagi pembangkit listrik, pemerintah Indonesia disebutkan juga telah menyusun beberapa peraturan antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Listrik yang Memprioritaskan Penggunaan Sumber Energi Setempat, dengan Kewajiban Mengutamakan Pemakaian Energi Terbarukan.
Untuk meningkatkan kapasitas terpasang dan mendorong peran serta pengusaha kecil dan menengah dalam energi terbarukan, pemerintah telah menyusun program pembangkit listrik skala kecil, dengan menggunakan energi terbarukan. "Program ini mengatur listrik yang dihasilkannya, berdasarkan skema itu nantinya dapat dibeli dan digunakan oleh perusahaan nasional dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk mendukung upaya dan program pengebangan EBT, pemerintah sudah menerbitkan serangkaian kebijakan dan regulasi yang mencakup Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-Undang No. 30/2007 tentang Energi, Undang-undang No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan, PP No. 10/1989 sebagaimana yang telah diubah dengan PP No. 03/2005 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989  tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dan PP No. 26/2006 tentang Penyediaan & Pemanfaatan Tenaga Listrik, Permen ESDM No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah, dan Kepmen ESDM No.1122K/30/MEM/2002 tentang Pembangkit Skala Kecil tersebar. Saat ini sedang disusun RPP Energi Baru Terbarukan yang berisi pengaturan kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan dan pemberian kemudahan serta insentif.
Visi kebijakan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi adalah terwujudnya penyediaan dan pemanfaatan energi yang efisien, bersih, handal, dan harga yang terjangkau dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan visi, maka misi kebijakan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi adalah upaya menjaga kesinambungan ketersediaan energi nasional yang berkelanjutan (security of supply) dan memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan serta mendorong penguasaan, penerapan dan penggunaan teknologi yang efisien dan hemat energi sehingga terciptanya budaya hemat energi di masyarakat, terwujudnya pemerataan kesejahteraan di masyarakat dan pada akhirnya adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam hal penggunaan dan pemanfaatan energi baru terbarukan dan konservasi energi.
1.1.3.               Penelitian IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting, karena melalui kemajuan IPTEK, manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan lingkungan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupannya. Kemajuan IPTEK juga mendorong terjadinya globalisasi budaya kehidupan manusia karena manusia semakin mampu mengatasi dimensi jarak dan waktu. Penguasaan IPTEK suatu bangsa akan sangat mempengaruhi posisi tawar dalam persaingan global. Indikator-indikator tersebut  sering dipublikasikan baik itu melalui media cetak ataupun elektronik. Untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan pendidikan yang layak, masyarakat Indonesia secara umum masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, lemah dalam menghasilkan karya-karya inovatif dan kreatif. Sehingga bangsa Indonesia belum sepenuhnya mampu mandiri di tengah persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Salah satu faktor penting penentu daya saing suatu negara adalah penguasaan teknologi. Semua hal tersebut di atas mendasari visi penelitian, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (litbang IPTEK) di bidang energi, yaitu: ”Terwujudnya ketersediaan energi yang didukung kemampuan IPTEK secara nasional” yang mengacu pada amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-undang No 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek, inpres No. 4/2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Mengingat bahwa Pemerintah Indonesia mempunyai keterbatasan dalam sarana dan pra-sarana yang diperlukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi di atas, maka langkah yang fokus dan  strategis sangat diperlukan, sehingga pencapaian tujuan dari Visi IPTEK 2025 Kementerian Ristek dapat berhasil. Dalam sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan Iptek, ada langkah yang dipandang sangat mendesak, yaitu langkah yang harus dilakukan segera (urgent) untuk kelangsungan hidup (survival) bangsa; dan ada langkah yang penting (important), yaitu langkah yang strategis dan jangka panjang untuk kemandirian bangsa, dengan tetap mengindahkan pengaruh dan konvensi internasional.
Gambar 6. Market Product dan Teknologi
  
Jangka Pendek
(2005-2010)
Jangka Menengah
(2011-2015)
Jangka Panjang
(2016-2025)
Penelitian dan Pengembangan (litbang)
Peran Pemerintah
Melaksanakan litbang Pemurnian silikon hingga ke ’electronic grade’
Melanjutkan pelaksanakan litbang pemurnian silikon hingga ke ’electronic grade’
Melaksanakan penelitian material dasar sel surya lain selain silikon
Melaksanakan litbang untuk bahan metal-organic gases
Melanjutkan melaksanakan litbang bahan metalorganic gases
Melanjutkan melaksanakan litbang metalorganic gases untuk mendukung industri sel surya thin-film
Melaksanakan litbang teknologi pembuatan sel surya silikon monokristal dan silikon polykristal
Melaksanakan litbang teknologi pembuatan sel surya silikon monokristal dan silikon polykristal dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan umur sel dan modul surya
Melanjutkan litbang teknologi pembuatan sel surya silikon monokristal dan silikon polykristal dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan umur sel dan modul surya
Melaksanakan koordinasi seluruh balitbang dan perguruan tinggi untuk melakukan pemilihan jenis teknologi sel surya yang sudah siap diproduksi secara komersial
Melaksanakan litbang teknologi pembuatan modul surya dan pengembangan aplikasinya (hybrid, grid-connected, building integrated, dll)
Melanjutkan litbang teknologi pembuatan modul surya dan pengembangan aplikasinya (hybrid, grid-connected, building integrated, dll)
Membangun pilot proyek pabrikasi sel dan modul surya untuk kebutuhan dalam negeri
Memberikan dukungan litbang kepada industri sel dan modul surya lokal
Melanjutkan memberikan dukungan litbang kepada industri sel dan modul surya lokal
Peran Industri/Swasta
Mendukung kegiatan litbang modul surya monocrystal/polycrystal dengan menyiapkan dana
Mengembangkan model untuk volume produksi yang tinggi dengan melihat pasokan bahan mentah yang tersedia
Menciptakan bahan baru dan peralatan dengan efisiensi tinggi dan harga murah
Menggalang kerjasama kegiatan litbang
Mengembangkan produk PLTS skala kecil yang mudah diinstalasi
Mengembangkan metoda quality assurance/quality control untuk pengujian di pabrik
Mengembangkan sistem aplikasi PLTS yang handal dan murah
Mengembangkan teknologi komponen sistem-sistem PLTS (misalnya hybrid, grid connected)
Mengembangkan industri komponen sistem-sistem PLTS yang diintegrasikan pada bangunan.
Mengembangkan pilot proyek sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala PLN
Melanjutkan pengembangan sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala PLN
Mengembangkan industri komponen sistem-sistem PLTS untuk dihubungkan ke jala-jala PLN

Peluang Pasar & Produk
Peran Pemerintah
Melaksanakan penerapan dan pengkajian sistem PLTS secara terus menerus dan bertahap yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah
Melakukan pengkajian penerapan sistem-sistem PLTS hasil litbang
Melanjutkan pengkajian penerapan sistem-sistem PLTS hasil litbang
Melakukan pelatihan , dan melaksanakan “public awarness” tentang PLTS secara terus menerus
Melanjutkan training dan public awareness tentang PLTS di Indonesia.
Melanjutkan training dan public awareness” tentang PLTS di Indonesia.
Mengembangkan skema pendanaan untuk penyebarluasan penggunaan PLTS yang berkesinambungan
Bekerjasama dengan industri perbankan dan finansial untuk mendorong pendanaan untuk industri kelistrikan yang berbasis pada PLTS
Mengembangkan inovasi sistem pendanaan untuk mendorong pendanaan untuk industri kelistrikan yang berbasis pada PLTS
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
Memfasilitasi pengembangan infrastruktur distribusi untuk penjualan retail
Menetapkan SNI sistem dan komponen PLTS agar terjadi persaingan yang lebih sehat dalam upaya mendukung diversifikasi sistem PLTS sebagai pilihan konsumen
Menetapkan SNI komponen dan sistem PLTS hasil inovasi baru
Menetapkan SNI komponen dan sistem PLTS hasil inovasi baru
Peran Industri / Swasta
Menyiapkan pendanaan untuk pembangunan industri dan melaksanakan promosi secara intensif tentang pasar domestik dan internasional.
Membangun industri komponen penunjang sistem-sistem PLTS
Melakukan investasi untuk manufakturing sistem PLTS guna memenuhi pasar domestik, dengan target pasar rata-rata 50 MW per tahun
Menciptakan model bisnis kelistrikan yang berbasis pada PLTS baik yang off grid (stand alone) maupun yang terintegrasi dengan jala-jala listrik (grid connected) bekerjasama dengan lembaga perbankan dan finansial untuk mencapai target pemanfaatan PLTS rata-rata 50 MW per tahun
Melakukan inovasi-inovasi untuk model bisnis kelistrikan yang berbasis pada PLTS baik yang off grid (stand alone) maupun yang terintegrasi dengan jala-jala listrik (grid connected)

Kebijakan
Peran Pemerintah
Mengeluarkan kebijakan insentif seperti keringanan pajak bagi usaha PLTS dan mendorong lembaga keuangan dan perbankan menciptakan inovasi “kredit” untuk mendorong pemanfaatan sistem PLTS.
Mengeluarkan kebijakan insentif (misalnya fiskal, moneter dan kolateral) untuk mendorong usaha kelistrikan yang berbasis pada PLTS.
Membuat  Standard Nasional Indonesia untuk semua sistem- sistem PLTS.
Mendorong pengembangan infrastruktur, seperti laboratorium uji untuk sertifikasi.
Menerapkan kewajiban sertifikasi bagi penjualan sistem-sistem PLTS.
Mengeluarkan kebijakan tariff listrik khusus yang diarahkan pada pencapaian pemanfaatan PLTS sesuai target yang ditetapkan dalam Perpres 05/2006.
Menerapkan standard porto folio energi terbarukan bagi produsen listrik/ energi sebesar 5% dari total pembangkitan.
Mewajibkan standard porto folio energy terbarukan bagi produsen listrik/ energi sebesar 5% dari total pembangkitan.
Mendorong keluarnya kebijakan-kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah yang lebih kondusif untuk penerapan sistem PLTS.
Memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah yang lebih kondusif untuk penerapan sistem PLTS.
Memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah yang lebih kondusif untuk penerapan sistem PLTS.
Peran Industri/Swasta
Memberikan masukan kepada pemerintah dan legislative tentang kebijakan yang harus dibuat untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan insentif untuk investasi industri komponen PLTS.
Memberikan masukan kepada pemerintah untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan sistem dukungan financial yang lebih kondusif untuk usaha kelistrikan berbasis PLTS.
Menciptakan inovasi- inovasi system finansial untuk mendukung perluasan pasar PLTS.
Bersama-sama pemerintah membuat Standard Nasional Indonesia untuk semua sistem- sistem PLTS.
Mendorong penggunaan standar nasional Indonesia untuk produk-produk komponen dan sistem yang dihasilkan.
Memproduksi komponen- komponen sistem PLTS sesuai SNI dan bersertifikat.

1.1.     Geografis
Dilihat secara geografis posisi Indonesia terletak antara 60LU sampai 110LS dan 950BT sampai 1410BB, antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, antara Benua Asia dan Benua Australia, dan antara pertemuan dua rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Posisi letak geografis yang demikian menempatkan Indonesia berada pada posisi silang yang strategis dibawah garis khatulistiwa dan berada di daerah yang beriklim tropis yang panasnya merata sepanjang tahun, sehingga semua wilayah dapat menerima energi panas dari sinar Matahari yang melimpah hampir sepanjang hari.
Berdasarkan data kekuatan radiasi sinar matahari yang sampai di Bumi, yang berasal dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Gambar 9:  Geografis Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 9,8juta-km2 yang terdiri dari lautan dan daratan yang membentuk pulau-pulau besar dan keil. Luas wilayah lautan kira-kira mencapai 7,9juta-km2 atau kira-kira 81% dari luas keseluruhan. Dan sisanya luas daratan sekitar 1,9juta-km2 atau kira-kira 19% dari luas wilayah secara keseluruhan. Seluruh wilayah Indonesia terdiri atas 18.110 buah pulau besar dan kecil, dimana antara pulau yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh lautan. Dari seluruh pulau tersebut baru 6.044 yang memiliki nama, sedangkan yang berpenghuni (didiami manusia) baru 931 pulau.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dengan kondisi daerah-daerah yang terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik konvensional. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang cocok dan potensial untuk dikembangkan adalah pemanfaatan energi surya.
Indonesia dengan negara kepulauan yang mempunyai kondisi geografi yang sangat beragam. Dengan kondisi yang bersifat alami ini menyebabkan terjadinya kesenjangan yang beragam, baik dalam sarana, prasarana, sumberdaya manusia maupun  dalam tingkat sosial ekonomi. Dengan perbedaan kesenjangan tersebut, maka terdapat sebagian kondisi daerah yang sudah maju dan terdapat kondisi daerah yang masih terbelakang.
Oleh sebab itu pembangunan di wilayah dengan kondisi daerah yang masih terbelakang perlu adanya penyediaan energi yang cukup, hal ini bermanfaat untuk mengurangi disparitas ekonomi antar wilayah dan antara perkotaan dan perdesaan, dengan demikian tingkat kesenjangannya dapat diperbaiki dan pada akhirnya dapat meningkatkan pemerataan pembangunan.
Secara garis besar fokus permasalahan adalah kebutuhan energi listrik domestik semakin meningkat dengan jumlah produksi terbatas, terutama kebutuhan energi baik itu untuk masyarakat secara umum, industri skala kecil, menengah maupun besar. Dampak semua itu menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam yang tak terkendali sehingga menyebabkan efek pemanasan global di bumi semakin meningkat.

   

                                                


1 komentar:

  1. Datanya cukup bagus...dan upto date, saranya mungkin ada Tampilan secara Grafik..terima kasih.

    BalasHapus